Banyak diantara kita menggunakan kata ini bahkan kalangan
selebritispun banyak juga melakukan nadzar. Akan tetapi banyak juga kalangan
yang menggunakan kata ini dalam sesuatu yang kurang tepat atau pada realitasnya
tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan nadzar yang sebenarnya. Untuk itu
marilah kita simak bersama-sama apa si nadzar itu.
Nadzar bisa diartikan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh
seorang mukalaf untuk melakukan suatu ibadah yang statusnya bukan fardlu ain.
Ibadah yang bukan fardlu ain disini mencakup seluruh ibadah yang dihukumi sunah
atau fardlu kifayah.
Dari uraian diatas maka bisa diartikan bahwa nadzar adalah sebuah
proses untuk merubah hukum suatu ibadah yang dihukumi sunah atau fardlu kifayah
menjadi fardlu ain dengan menggunakan pernyataan untuk melakukannya. Contoh
“saya bernadzar untuk melakukan puasa senin kamis selama satu bulan ini”
Sedikit merefleksikan realitas sehari-hari dari uraian diatas bahwa
pada kenyataannya banyak orang yang menggunakan kata nadzar pada sesuatu yang
itu bukanlah hal yang sunnah atau fardlu kifayah, seperti “saya nadzar untuk makan
ayam goreng saat lulus dari ujian nanti” atau “apabila saya lulus maka saya
akan pergi ke diskotik untuk mabuk” hal yang seperti inilah yang menjadikan nadzarnya
tidak sah, dalam artian ia tidak harus bahkan haram untuk melaksanakan sesuatu
yang dinadzarkan itu.
Adapun rukun atau unsur-unsur yang membentuk nadzar itu ada tiga.
Shighot atau ungkapan, orang yang bernadzar, dan sesuatu yang dinazdarkan.
Dalam shighot ini seseorang boleh juga menggunakan isyarat ataupun
tulisan saat bernadzar disertai dengan niat, adapun jikalau menggunakan
ungkapan maka ia tidaklah diwajibkan berniat nadzar saat bernadzar.
Menurut jenisnya nadzar dibagi menjadi dua:
1.
Nadzar
Tabarur
Nadzar ini adalah nadzar yang
dilakukan untuk mencari sebuah kebaikan atau mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Nadzar ini bisa menggunakan lafadz yang langsung dalam artian tanpa adanya ta’liq
(syarat). Seperti saya akan sholat tahajud nanti malam.
Bisa juga menggunakan lafatz yang bersyarat, seperti “apabila saya
sembuh dari sakit, maka saya akan menyedekahkan uang Rp.100.000,00 ini kepada
si Umar”. Untuk nadzar yang kedua ini maka pelaksanaan sesuatu yang dinadzarkan
menunggu syarat yang dinyatakan itu telah terpenuhi. Jika kita melihat contoh
diatas maka bersedekah Rp.100.000,00 wajib dilakukan apabila ia telah sembuh
dari sakitnya.
2.
Nadzar
Lajaj
Berbeda dengan nadzar yang pertama,
nadzar ini diperuntukan pada pernyataan seseorang untuk tidak melakukan suatu
perkara atau melakukan suatu perkara dengan mensyaratkan melakukan suatu ibadah
sunah. Dalam artian, apabila ia melakukan atau meninggalkan suatu perkara yang
ia nyatakan tadi, maka ia wajib melaksanakan ibadah yang ia syaratkan.
Contoh sederhananya ialah “apabila saya berbicara pada kang Ahmad,
maka saya wajib puasa infaq Rp.100.000,00”.
Perbedaan yang mendasar macam yang pertama dan yang kedua ini
adalah terletak pada tujuan nadzar, jika yang pertama bisa dikatakan untuk
mencari kebaikan, mendekatkan diri pada Allah Swt, atau menghindar dari
keburukan bisa juga untuk mencari sebuah ni’mat, maka macam yang kedua ini
tidaklah demikian, ia diperuntukan pada hal-hal yang dihukumi mubah, seperti
apabila saya bicara pada kang Ahmad, apabila saya pergi, dll, akan tetapi
tetap!, yang menjadi sesuatu yang dinadzarkan adalah perkara yang sunah atau
fardlu kifayah, bukan ikut-ikutan hal yang mubah.
Untuk nadzar yang macang kedua ini maka orang yang bernadzar
dipersilahkan untuk melakukan nadzarnya atau melakukan kifaratul yamin.
Nihayat az Zain. 222
Tidak ada komentar:
Posting Komentar