Sabtu, 19 September 2015

Nadzar


Banyak diantara kita menggunakan kata ini bahkan kalangan selebritispun banyak juga melakukan nadzar. Akan tetapi banyak juga kalangan yang menggunakan kata ini dalam sesuatu yang kurang tepat atau pada realitasnya tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan nadzar yang sebenarnya. Untuk itu marilah kita simak bersama-sama apa si nadzar itu.
Nadzar bisa diartikan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh seorang mukalaf untuk melakukan suatu ibadah yang statusnya bukan fardlu ain. Ibadah yang bukan fardlu ain disini mencakup seluruh ibadah yang dihukumi sunah atau fardlu kifayah.
Dari uraian diatas maka bisa diartikan bahwa nadzar adalah sebuah proses untuk merubah hukum suatu ibadah yang dihukumi sunah atau fardlu kifayah menjadi fardlu ain dengan menggunakan pernyataan untuk melakukannya. Contoh “saya bernadzar untuk melakukan puasa senin kamis selama satu bulan ini”
Sedikit merefleksikan realitas sehari-hari dari uraian diatas bahwa pada kenyataannya banyak orang yang menggunakan kata nadzar pada sesuatu yang itu bukanlah hal yang sunnah atau fardlu kifayah, seperti “saya nadzar untuk makan ayam goreng saat lulus dari ujian nanti” atau “apabila saya lulus maka saya akan pergi ke diskotik untuk mabuk” hal yang seperti inilah yang menjadikan nadzarnya tidak sah, dalam artian ia tidak harus bahkan haram untuk melaksanakan sesuatu yang dinadzarkan itu.
Adapun rukun atau unsur-unsur yang membentuk nadzar itu ada tiga. Shighot atau ungkapan, orang yang bernadzar, dan sesuatu yang dinazdarkan.
Dalam shighot ini seseorang boleh juga menggunakan isyarat ataupun tulisan saat bernadzar disertai dengan niat, adapun jikalau menggunakan ungkapan maka ia tidaklah diwajibkan berniat nadzar saat bernadzar.
Menurut jenisnya nadzar dibagi menjadi dua:
1.      Nadzar Tabarur
Nadzar ini adalah nadzar yang dilakukan untuk mencari sebuah kebaikan atau mendekatkan diri kepada Allah Swt. Nadzar ini bisa menggunakan lafadz yang langsung dalam artian tanpa adanya ta’liq (syarat). Seperti saya akan sholat tahajud nanti malam.
Bisa juga menggunakan lafatz yang bersyarat, seperti “apabila saya sembuh dari sakit, maka saya akan menyedekahkan uang Rp.100.000,00 ini kepada si Umar”. Untuk nadzar yang kedua ini maka pelaksanaan sesuatu yang dinadzarkan menunggu syarat yang dinyatakan itu telah terpenuhi. Jika kita melihat contoh diatas maka bersedekah Rp.100.000,00 wajib dilakukan apabila ia telah sembuh dari sakitnya.
2.      Nadzar Lajaj
Berbeda dengan nadzar yang pertama, nadzar ini diperuntukan pada pernyataan seseorang untuk tidak melakukan suatu perkara atau melakukan suatu perkara dengan mensyaratkan melakukan suatu ibadah sunah. Dalam artian, apabila ia melakukan atau meninggalkan suatu perkara yang ia nyatakan tadi, maka ia wajib melaksanakan ibadah yang ia syaratkan.
Contoh sederhananya ialah “apabila saya berbicara pada kang Ahmad, maka saya wajib puasa infaq Rp.100.000,00”.
Perbedaan yang mendasar macam yang pertama dan yang kedua ini adalah terletak pada tujuan nadzar, jika yang pertama bisa dikatakan untuk mencari kebaikan, mendekatkan diri pada Allah Swt, atau menghindar dari keburukan bisa juga untuk mencari sebuah ni’mat, maka macam yang kedua ini tidaklah demikian, ia diperuntukan pada hal-hal yang dihukumi mubah, seperti apabila saya bicara pada kang Ahmad, apabila saya pergi, dll, akan tetapi tetap!, yang menjadi sesuatu yang dinadzarkan adalah perkara yang sunah atau fardlu kifayah, bukan ikut-ikutan hal yang mubah.
Untuk nadzar yang macang kedua ini maka orang yang bernadzar dipersilahkan untuk melakukan nadzarnya atau melakukan kifaratul yamin.

Nihayat az Zain. 222

Sabtu, 05 September 2015

QURBAN : Sebuah Cerita


Qurban secara bahasa berasal dari fi’il madli قرب yang berarti dekat. Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan qurban ialah اضحية yang berarti penyembelihan. Jadi qurban disini diartikan sebagai penyembelihan hewan pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik dengan  tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt .
Qurban di dalam Islam merupakan ibadah yang dihukumi sunah muakad yang berarti nabi Muhammad tidak pernah meninggalkan hal ini, dalam artian apabila kita memiliki kemampuan untuk melakukannya, maka kita sangat dianjurkan untuk melakukannya.
Berhubung qurban ini dilaksanakan setidaknya satu tahun dalam satu kali, mungkin ada beberapa orang disekitar kita yang enggan melakukan qurban, padahal ia mampu untuk melakukannya dengan alasan “saya sudah melakukan qurban tahun kemarin, jadi kenapa harus qurban lagi?”. Hal ini merupakan hal yang agak lucu bagi saya karena disamping qurban, shalat ied adalah amalan yang sunah muakad dan juga pelaksanaannya bisa dikatakan satu kali dalam satu tahun, dan dari sana jarang orang yang meninggalkannya dengan dalih “saya telah melakukannya tahun lalu”.
Adapun hewan yang sah untuk dijadikan qurban ialah kambing yang telah tua. Adapun kambing yang telah tua ini biasanya ia telah berusia satu tahun dan telah memasukin tahun kedua.
Setelah kambing, ada juga onta. Sama halnya kambing, ia juga disyaratkan harus yang sudah tua atau berumur lima tahun dan telah memasuki tahun yang keenam.
Selain kedua hewan diatas, ada juga sapi yang sudah berumur dua tahun dan telah memasuki umur yang ketiganya. Dalam hal ini, kerbau juga masuk dalam kategori sapi nantinya.
Mungkin terbesit didalam hati anda sebuah pertanyaan, darimana kita mengetahui umur masing-masing binatang itu?, Padahal yang namanya binatang itu berbeda dengan kita, ia tidak memiliki akta kelahiran. Apabila kita bertanya pada penjual hewan qurban dipasaran, maka otomatis sang penjual akan menjawab “ini sudah tua, dan sah untuk qurban”. Alternatif dari persoalan ini ialah kita melihat gigi pada hewan itu. Dalam biologi kita mengenal adanya gigi susu dan gigi yang tumbuh setelah gigi susu tersebut. Hewan yang telah tua berarti gigi yang ada dalam mulutnya bukan lagi gigi susu. Gigi yang satu ini ciri-cirinya memiliki ukuran yang besar, berbeda dengan gigi susu yang berukuran kecil.
Ketentuan lainnya adalah kambing hanya bisa dibuat qurban satu orang, adapun sapi, kerbau, dan onta untuk tujuh orang.
Ada cerita menarik terkait dengan pemberlakuan kambing yang hanya bisa dibuat qurban satu orang, sapi, kerbau, dan onta untuk tujuh orang.
Pada suatu ketika ada seseorang yang masih awam datang kerumah seorang kyai di kampung sebelah. Ia bertanya “pak kyai, saya mau berkurban untuk keluarga saya, berhubung anggota keluarga saya itu banyak maka saya qurban satu ekor sapi biar pas”, tukasnya. Sontak kyaipun menjawab sembari bertanya, “memang berapa jumlah anggota keluargamu?”,tamu tersebutpun menjawab, “anak saya enam, saya, dan istri saya jadi dua” dengan menghitungnya menggunakan jari, “berarti jumlah kesemuanya delapan kyai”, kyai yang kagetpun menjawab “ya tidak bisa tho, sapi itu ketentuannya untuk 7 orang”, sang tamu yang masih awampun memprotes “anak saya yang terakhir itu masih kecil kog kyai, masa’ gak bisa. Kalo bisa kan nanti saya sekeluarga dapat menungganginya bareng2 diakhirat kelak, dan itu harapan saya, bisa seneng2 bareng keluarga disana kelak” kyaipun masih tetap denga pendiriannya. Dan akhirnya sang tamu itu pulang dengan wajah sedih.
Masih tetap dengan keyakinannya yang menganggap sapi bisa untuk delapan orang, iapun ngotot untuk pergi ke kyai lain untuk beradu argumen, ia mengilustrasikan sapi dengan mobil, jadi bisa2 saja untuk 8 orang, karena nantinya didalam mobil anaknya yang kecil ia pangku atau entahlah.
Maka sampailah ia dikyai kampung lainnya, lalu ia menceritakan kejadian yang kemarin saat bertamu dikyai kampung sebelah. Tak ambil pusing kyai yang saat ini berada dihadapannyapun menjawab “siapa bilang tidak bisa?, bisa kok” sontak orang awam ini tersenyum sumringah, dan kyaipun melanjutkan dawuhnya “tapi, berhubung anakmu yang satu itu itu masih kecil ya harus kamu berikan pijakan biar bisa menunggangi sapi yang mau kamu qurbankan itu, sapi itu kan tinggi, mana bisa anak kecil menaikinya” orang awam itupun bertanya sambil tersenyum, “pijakannya dengan apa kyai”, kyai yang bijaksana ini menjawab, “ya kamu beri satu kambing lah, ia kan lebih kecil dari sapi, jadi bisa untuk jadi pijakan buat anakmu”
Orang awam inipun yang tadinya cemberut berubah bahagia dan pulang dengan penuh kegembiraan. Dan akhirnya ia qurban 1 ekor sapid an 1 ekor kambing. Hehehe
Taqrib (62)


Kamis, 03 September 2015

Zahir, Sang Seno dari Kota


Malam itu begitu sunyi tatkala zahir termangu dan menyendiri dipojok kamar kami. Meskipun satu kamar dan kamilah yang paling akrab dengan Zahir dibanding santri yang lain, kami tidak berani mendekatinya melihat kondisinya yang begitu mengenaskan. Dan kamipu terpaksa membiarkan ia menyendiri merenung bertemankan almari dan tumpukan kitab serta pakaian yang menempel didinding-dinding kamar kami yang menjadi saksi biksu perenungannya.
Malam itu juga bertepatan hari ke-2 zahir berperilaku seperti ini. Sampai saat ini kami belum tahu menahu seseuatu apa yang sedang menimpanya. Dan saat ini pula kami tidak habis pikir, zahir yang datang jauh-jauh meninggalkan hingar bingar kota pekan baru, zahir yang dikenal santri yang riang dan aktif, zahir yang dikenal pemecah keheningan kamar kami, kamar ulya, bahkan zahir yang selama ini menjadi aktor pemecah keheningan, pencair keadaan yang genting dipondok kami sejak dua hari ini jatuh tersungkur menjadi zahir yang suka menyendiri dan suka diam tanpa kata.
Keesokan harinya masih dengan tatapan matanya yang kosong, fikiran yang mengiyang-iyang, tubuh yang tidak karuan. Arifin teman saya satu kamar mencoba mendekatinya, dengan sedikit ragu ia bertanya “kamu sudah makan?” dalam bahasa Indonesia arifin menyapa karena zahir adalah santri yang masih asing dengan bahasa jawa. “ayuk makan, nanti saya yang bayarin dech!” timpalnya, “jarang-jarang lho saya nawarin makan gratis pada seseorang”, dengan senyum yang ditujukan pada zahir ia berkata dengan nada menghibur “ya sudah kalo ndak mau, saya makan dulu” iapun pergi dengan mengunci lemarinya seraya memasukan dompet disakunya.
Kami yang menunggu respon dan kabar tentang zahir diluar pondokpun langsung menyambar Arifin. “fin” begitu kang baidlowi akrab menyapanya “yaopo keadaane adimu zahir?” .karena dianggap nyelneh oleh kang ahmad, kang Ahmadpun menasakh pertanyaan kang Baidlowi “pye mau zahir? Iseh kyo ndek wingi tah?” sambil sedikit menempeleng kepala kang Baidlowi, perkataan kang Ahmad berakhir. Sambil menoleh kekanan dan kiri kang Arifinpun menjawabnya dengn jeda 4 detik “ngene ae, ayok nuk warunge mbok Darsih ae, omongke neng kono ben enak karo leyeh-leyeh” sentak ucapan inipun memotong tatapan penasaran kami terhadap kabar Zahir yang aneh akhir-akhir ini. Dan tanpa berdebat kamipun berbondong-bondong menuju warung mbok Darsih yang ada didepan kompleks pondok kami.
Sebelumnya, Zahir adalah santri baru yang dikenal nyentrik dengan aura kekota-kotaannya. Omongannya, sikapnya, gaulnya, bahkan alat-alat elektronik yang selalu menempel padanya seperti hp, gedged, ipad, dan hal ini berbeda dengan santri yang lain yang hanya menggunakan hp sekedarnya saja. Dan dengan gaya yang seperti ini, ada sebagian santri yang menerima dengan lapang dada meskipun terkadang mengelus dada terhadap sikapnya itu, seperti kami. Namun adapula santri yang begitu membencinya karena sikapnya itu.
Selain bersikap blak-blakan, begitu terbuka terhadap siapapun, bercandanya yang super, dan sok akrab dengan para santri, ia juga memberlakukan sikapnya itu kepada kyai. Dan ini yang membuat semua santri ketar-ketir saat melihatnya.
Suatu ketika kyai sedang wudlu ditempat wudlu umum sebelum shalat berjamaah, hal yang terkadang kyai lakukan, karena biasanya kyai mengambil air wudlu di ndalem dan ketika keluar dari ndalem kyai langsung menuju tempat pengimaman untuk mengimami shalat berjamaah. Pada saat kyai wudlu di tempat wudlu umum seperti ini, biasanya para santri yang hendak mengambil air wudlu secara otomatis menyingkir dan menunggunya dari kejauhan, sehingga tampak hanya kyai seorang yang berada di tempat wudlu umum tersebut. Hal ini terjadi secara otomatis karena memang budaya dipondok kami yang begitu hormatnya kepada kyai sehingga ada rasa ewuh, segan yang mendalam apabila kami membarengi beliau di tempat wudlu.
Begitu kyai fokus dalam wudlunya, maka datanglah Zahir, anak kota yang belum begitu kenal budaya pondok. Kami yang meliihat kejadian itu sentak tegang dan terguncang hingga darahpun naik dan tubuh seakan berada didalam lemari es. “apa yang akan dilakukan zahir kali ini” begitu gumam kami. Dan betapa malu dan terkejuitnya kami pada saat itu, zahir yang datang dari belakang mencoba mengkagetkan kyai, ekspresi menegangkan kami perlihatkan untuk mencegah perilaku zahir itu. Dan “dorrrr” begitu zahir tiba-tiba  memegang punggung kyai yang sedang merunduk mengambil air yang keluar dari kran. dan sambil tertawa sumringah iapun berkata tanpa sopan “haha, kyai kaget ya ?!!” kyai yang kaget bersamaan ketegangan kamipun menoleh kebelakang “masya Allah Swt, eee, bocah mbarik, kamu tho?, wis wudlu durung? Hum? Udah wudlu belum?” sambil melanjutkan basuhan kakinya yang sempat tertunda kyaipun kembali tenang setelah sempat begitu kagetnya .
Dan melihat kejadian ini perasaan kamipun campur aduk tak karuan, dikiranya kyai akan mencibir perbuatan zahir anak kota itu, ternyata kami salah, dan kamipun melihat bagaimana kyai akhirnya memantau wudlu zahir sambil bercengkrama dengannya, zahir yang dengan gaya khasnya pun membalasnya, sesekali ia menyirati kyai dengan air wudlunya. “aag, betapa mulianya kyai ini” gumam kami selanjutnya.
Berbarengan perjalanan kami menuju warung mbok darsih ternyata kang Samsul dengan komplotannya yang diam-diam kontra dan membenci sikap zahir ternyata masih bercengkrama dan kelihatannya sedang membahasa anak kota itu. “pye rek? Anak kota iki kog wis ora neko-neko neh?” sambil memegang rokok yang berada di tangannya ia lanjut mengoceh “iki lho fotone, aku bar mlebu nuk kamare, roh ndekne dewean njur tak foto” .”up load ae sul, nuk fb” timpal Ambar yang juga sengit dengan zahir “nuk perlu tandai kabeh santri pondok kene kabeh”, kang Aziz yang masih satu gengpun ikut menyumbang ide “sicok neh” meletakan rokoknya ke asbak lalu merebut hp yang ada foto zahir anak kota yang bernasib malang “wenehi keterangan: anak kota yang terlantar, hahaha” tukas kang Aziz. Dan tawapun pecah begitu serunya.
Kami yang sampai di warung mbok Darsihpun segera mencari tempat, sedangkan kang Arifin asyik memesan makanan untuk kami. akhirnya kami temui kang Azam yang sedang menyendiri dan hanya itu tempat yang tersisa, iya disamping atau berdampingan dengan kang Azam, mahasiswa universitas di kota ini.
“kang” Baidlowi menyapanya, “aku lungguh kene yo” tanpa jawaban pasti kamipun duduk berputar membentuk lingkaran kecil. “pye iki?, zahirr, sing anak kota iku lho, durung mari ngasek iki, iseh nyungseppppp ae nuk kamar, menenggg. Cek khawatir kita-kita iki lho kang sebagai koncone”. Kang Azam yang terkenal dengan wawasannya yang luas lintas disiplin ilmu itupun sedikit berkomentar “yo ngono lah wong kota, sistem pengajaren dwe mestine karo kene. Ono anggepan guru iku konco, dadi yo guru iku iso dinggo dolanan bareng, sinau bareng, dan sebagainya” termangu begitu termangu saya mendengarnya, iapun melanjutkan penjelasannya “dadi ora usah kaget yen ndek wingi-wingi ndekne (zahir) ngaget-ngageti kyai pas wudlu, marai kyai iku dianggep konco” sesekali kang Azampun mngangkat rokoknya untuk dihisap “saiki yen ono kejadian ndekne berubah, kita khusnudzon ae, mungkin iki titik kanggo adaptasine ndekne karo budaya pesantren, ngkow sue-sue yo mari dwe, tenaggo!! Tenanggo!!”
Sambil menunggu arifin yang memesan makanan, datanglah fauzan yang langsung menghadap saya “kang, sampean ditimbali kyai” tanpa menunggu lama sayapun bergegas menuju ndalem, akantetapi niat itu saya urungkan mendengar kang Ahmad yang sambil memegang hpnya dan membuka fb berkata “rene lho rek, deloko iki kelakuane samsul, ngap load fotone konco dewe sing iseh sedih, zahir” sambil melimperlihatkan kepada kang Azam, fauzan, baidlowi sayapun ikut melihatnya. Dan betapa ibanya kami melihat foto teman sekamar kami zahir dipajang di fb dengan keterangan “anak kota sing terlantar” ag, dimana sikap dewasanya mereka. Bukan menenangkan malah membuat onar seperti ini.
Setelah saya selesai melihat foto tersebut, lalu bergegaslah saya menemui kyai, sepanjang perjalanaan  ke ndalme saya berfikir, “apakah kyai menanyakan zahir?” Karena memang saya adalah salah satu orang yang dianggap paling dekat dengan anak kota itu juga dekat dengan kyai, “Ataukah ini ada hubungannya dengan foto tadi?” .”ag, entahlah”
Dikejauhan Nampak Arifin, dkk sedang menuju pondok, sayapun mulai berfikiran, apakah mereka mau menemui samsul? Menindak tindakan samsul yang arrogant itu?, kenapa jadi ruwet dan panas begini. Masya Allah
Sesampainya di ndalem saya langsung didawuhi kyai “le, tolong ungdangke samsul!” tanpa banyak komentar sayapun menjawab titah beliau “nggeh kyai” seraya bergegas kekamar samsul, kamar sebelah saya.”iya kan, benar, ini pasti ada kaitannya dengan zahir, dan perilaku samsul” karena bagaimanapun, meskipun zahir dianggap kurang sopan, kyai terlihat senang dengan kedatanggannya disini, menurut pandangan kami, kyai selama ini agak bosan dengan perilaku para santri, setidaknya sikap zahir yang terbuka, riang, dan mengakrabi kytai layaknya temannya membut kyai terhibur, sering beliau menghabiskan waktunya bersama zahir sekedar bercanda, dan sesekali mereka berdua terlibat dalam diskusi masalah agama. Jadi tak menjadi barang yang berlebihan jika saya menganggap zahir itu santri kesayanagan kyai. Ia bagaikan seno dalam pewayangan yang tidak memiliki sopan santun pada raja, yang tak berbahasa kromo pada raja, akan tetapi sang raja tenyata kebingungan saat seno tak berkelakuan seperti itu, raja rindu nakalnya seno. Dan dengan ini kyai menindak tegas orang yang membuat zahir berubah sikap
Sesampainya dikamar, betapa kagetnya kami melihat gaduhnya kamar Samsul ini, “ternyata dugaan saya tadi benar, arifin, dkk mau menghakimi Samsul” kata hati saya dengan bringas. Tanpa mengambil izin dan permisi saya langsung menghadap samsul “sul!, koen ditimbali kyai” dengan nada kasar saya berbicara dengannya, “ono opo?, ten pundi kyai? Ndalem?” begitu ungkap samsul dengan nada takut. dan keadaan yang semula gaduh berubah menjadi hening.”wis tho sul! Ora usah sok ora ngerti, koen iku ameh didukani kyai, gara-gara lakumu ngap load foto!” arifin yang geram menjawab pertanyaan yang sebenarnya disodorkan kepada saya. Dan akhirnya saya dan Samsulpun menuju ndalem menemui kyai.
Sesampainya di ndalem betapa terkejutnya kami berdua, ternyata disitu sudah ada Zahir yang termangu dan tunduk berdiam diri diatas kursi. “samsul! Iki perilakumu? Ngap load fotone wong sembarangan, nggawe isine wong, ngrendahno derajate wong neng ngarepe wong akeh?!!” kyai yang diam-diam memantau muridnya difb berkata dengan kesal dan meletakan hp beliau diatas meja dengn kencang. Suasana diam diantara kami berempatpun berlanjut tatkala samsul yang hanya diam tidak mau menjawab pertanyaan yang dilontarkan kyai.
Dan akhirnya “tidak kyai, saya berubah sikap dengan saya yang dahulu bukan karena perbuatankang samsul yang mengap pload foto saya” dengan nada yang tenag zahirpun berkata. “terus kenapa cah mbarek?” kyaipun gentian bertanya. “ya sudah, samsul, kamu kembali kekamar, biar saya yang ngobrol dengan zahir” begitu timpal kyai.
Saya yang merasa tidak memilki peranpun binggumng mau berbuat apa, akhirnya saya putuskan untuk tetap disitu setia menjadi pendengar sekaligus pemirsa drama yang begitu dahsyat ini. “begini kyai” celoteh zahir “selama ini saya berdiskusi dengan kyai masalah agama, terkadang saya sampai pada kesimpulan bahwa pasti ada hikmah dibelakang hukum-hukum islam” melihat pak kyai yang tertegun, sayapun ikut khusyuk mendengarkan zahir berbicara setelah dua hari tak berbicara “seperti sholat yang diwajibkan dan ternyata ada penelitian yang menemuka bahwa shalat itu menyehatkan, lalu ada lagi arak yang diharamkan yang ternyata arak itu banyak merugikan bagi kesehatan, dsb” sambil tertatih-tatih zahir kembali berucap “kemarin saya menemukan beberapa halaman di internet yang itu berupa hasil penelitian yang mana itu sangat bertentangan dengan hukum Islam, seperti rokok yang diperbolehkan dan ternyata ada bahaya rokok yang sangat banyak” dengan air mata yang bercucuran ia melanjutkan pembicaraan “setelah saya berfikir lebih dalam banyak juga hukum Islam yang tidak dilaksanakan didalam Negara kita, ada hukum memotong tangan bagi pencuri, membunuh orang yang berzina, dll. Apakah ini berarti hukum Islam itu tidak sesuai dengan manusia saat ini? Apakah Islam tidak manusiawi?” pungkasnya dengan menundukan kepala diatas meja.
Mendengar rentetan pertanyaan itu, kyaipun tersenyum dan sejenak berfikir, mulai dari mana menjawab pertanyaan murid kesayangan beliau itu. Bersampingan dengan itu, sunyi senyap menghampiri ruangan kami. “jadi begini cah bagus,” begitu kyai memuji murid kesayangannya “agama itu sam’an wa tho atan, artinya saat ada perintah yang ada didalam agama, perintah shalat, zakat, dilarang minum minuman keras, kita ya sam’an gitu aja, dengarkan saja perintah itu, fahami dengan baik” mendengar titah kyai zahirpun mengeladahkan kepalanya “setelah faham langsunglah kita tho’atan, nurut apa yang didawuhkan agama, tanpa harus takalaman atau berbicara untuk apa kita sholat? Untuk menyehatkan badankah? Atau apakah?, akan tetapi memang agama itu rahmat bagi seluruh alam, jadi pasti ada tujuan tertentu untuk melaksanakan kegiatan beragama, kalau toh ada kegiatan yang belum diketahui hikmahnya maka ya memang ilmu kita saja yang belum cukup untuk mengetahuinya” sambil mengangkat gelas dan menyruput kopi yang berada didepan kyai beliau menambahkan “dadi cah bagus, mumpung masih muda, belajarlah ilmu yang banyak, biar kau tahu rahasia-rahasia yang ada dalam agamamu karena agamamu diturunkan supaya manusia bisa hidup didunia dengan bahagia, bukan malah agama menjadikan hidupmu gersang” tukas kyai penuh ma’na.
Saya yang agak bingung tentang dawuh kyai ini dan mencoba mengangan-anganpun jadi tambah bingung melihat zahir yang senyumnya lahir dan memecah kerinduan kyai terhadap senyuman tersebut.

Pati, 3 September 2015

Rabu, 02 September 2015

ProblemTerkait Haji: sebuah Intermezo


Ibadah Haji ialah ibadah yang memiliki waktu dan tempat tertentu untuk melaksanakannya. Implikasi atau dampak yang ada pada saat ini melihat begitu banyaknya jumlah umat muslim di dunia maka meskipun orang yang telah mampu secara finansial maupun fisik ia tidak bisa secara langsung melaksanakannya, akan tetapi harus menunggu giliran tahun berapa ia diizinkan untuk melaksanakannya.
Contoh sederhana saja, di provinsi Jawa Tengah pada saat ini saja -2015- orang yang telah mendaftarkan diri untuk naik haji, maka ia harus menunggu selama 20 tahun baru melaksanakan haji, sehingga orang yang telah berumur 50 tahun pada hari ini terasa sudah begitu berat untuk bisa pergi ketanah haram.
Salah satu yang menjadi kendala ialah dimana area tanah haram itu memang tidak dapat untuk menampung begitu banyak umat, namu ini bisa kita atasi. Berikut gagasan saya.
Sebelumnya marilah kita melihat urut-urutan aktifitas dalam ibadah haji.
Ihram (rukun) : 1 Syawal – 9 Dzulhijah
Sa’I (rukun) : setelah thawaf qudum
Wukuf (rukun) : 9 Dzulhijjah
Mabit di Muzdalifah (wajib) : malam idul Adha
Melempar jumrah aqobah (wajib) : pada hari idul Adha
Mabit di Mina (Wajib): 11,12,13 Dzulhijah
Melempar 3 Jumroh (wajib): 11,12,13 Dzulhijah
Thawaf (rukun) : setelah dari melakukan hal diatas
Tahalul (rukun): setelah melakukan hal diatas
Perlu dicatat bahwa ibadah haji sudah dianggap sah apabila seseorang telah melakukan rukun-rukunnya. Adapun apabila wajib haji ditinggal, maka haji seseorang tetap sah akan tetapi ia wajib membayar dam.
Melihat hal yang seperti itu maka kita butuh melaksanakan ihram, sai, wukuf, thawaf, dan tahalul. Diantara rukun haji ini yang terikat dengan waktu ialah hanya ihram dan wukuf. Selain itu maka ia tidak terikat dengan waktu. Sementara Sai diatas ditempatkan setelah ihrampun bisa dilakukan pada saat seseorang telah kembali ke masjidil haram atau setelah hari tasyrik (11,12,13 Dzulhijah).
Tawaran saya adalah kita bangun gedung atau semacam hotel atau pemukiman di Arafah untuk wukuf sehingga saat wukuf bisa menampung beberapa kali lipat dari jumlah orang yang wukuf sekarang. Jadi gambarannya kita ihram, lalu tanggal 9 ke Arafah dan menetap disana tepatnya di pemukiman. Nantinya melihat masjidil haram yang sudah begitu mepet untuk dilakukan perluasan, maka  tidak mungkin bisa menampung banyak jamaah, sehingga  thawaf ifradnya kita berlakukan peraturan giliran untuk melakukannya, jadi nantinya ada beberapa orang masih menetap di arafah dan tidak melaksanakan beberapa wajib haji untuk menunggu giliran kapan ia akan melakukan thawaf ifrad dan rukun-rukun yang selanjutnya. Dan orang yang seperti ini nantinya akan membayar dam karena ia tidak melaksanakan wajib haji. Kendati demikian, ia tetap sah hajinya dan dengan demikian bisa menyerap lebih banyak jamaah haji diseantero dunia.
Hehe
Wallahu a’lam


Selasa, 01 September 2015

Wajib Haji


Inilah salah satu ciri khas dari ibadah haji, selain memiliki rukun, syarat, kesunahan seperti halnya ibada-ibadah yang lainnya, ia juga memiliki wajib haji.
Secara sederhana, wajib haji ini memiliki kesamaan konsep dengan rukun haji, dengan artian wajib haji ialah sesuatu yang harus dilakukan. Perbedaan yang  ada diantara wajib haji dan rukun haji ini terletak pada dimana apabila rukun haji –meskipun hanya satu- tidak dilaksanakan maka haji seseorang tidak dianggap sah, akan tetapi untuk wajib haji ini apabila seseorang meninggalkannya maka hajinya masih dianggap sah akan tetapi ia berkewajiban membayar dam (denda) yang nantinya ada ketentuannya tersendiri.
Berikut wajib haji yang harus dilaksanakan oleh para hujaj.
1.     Ihram dari miqot makani
Ihram adalah niat, dan niat dalam haji nantinya memiliki tempat dan waktu tertentu untuk melaksanakannya.  Waktu untuk berikhrom ini nantinya diberi sebutan miqot makani, adapun waktu dimana orang berikhrom ini nantinya disebut miqot zamani.
Ilustrasi sederhananya ialah, ketika kita hendak berpuasa Ramadlan maka kita diwajibkan niat, dan niat itu bisa dilaksanakan mulai terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar pada malam hari tersebut, adapun tempatnya terserah, bisa ketika kita berada di kamar tidur, kamar makan, dll. Begitupun niat untuk haji, ia bisa dilaksanakan mulai bulan Syawal hingga fajarnya hari Arafah dan tempatnya nanti ada ketentuan atau aturan main sendiri, tergantung orang yang akan melaksanaakn ibadah haji, apakah ia orang mekah asli, orang luar mekah seperti Indonesia,dsb. Jadi tidak boleh kita niat haji mulai dari kota pati misalnya. Dsb.
2.     Bermalam di Muzdalifah.
Waktu bermalam ini mulai sejak separuh yang kedua dimalam idul Adha hingga terbitnya fajar. Adapun ketentuan lamanya bermalam ini bisa dianggap bermalam meski hanya sekejap di sana.
3.     Bermalam di Mina
Waktu bermalam ini diwajibkan dimalam-malam hari-hari tasyrik (11,12,13 Dzilhijjah), dan dianggap bermalam jika ia berada disana pada tengah malam hingga fajar.
4.     Thowaf Wada’
Thowaf ini diperuntukan bagi orang yang akan meninggalkan mekah, atau hendak pulang (orang mekah asli) setelah bertahalul (memotong rambut).
5.     Melempar Jumroh
Jumroh dimaksudkan melempar kerikil sebanyak 7 kali pada tempat yang telah ditentukan. Adapun jumroh ini ada yang dilakukan pada siang hari di Idul Adha (jumroh aqobah), dan jumroh 3 pada hari tasysrik.
Wal;ahu a’lam

Nihayah az zain 211