Jumat, 28 Agustus 2015

SILATURAHIM ATAU SILATURAHMI?


Banyak diantara orang-orang disekitar kita yang terkadang memperdebatkan kedua kata itu untuk satu referensi atau ma’na yang sama yaitu menyambung tali persaudaraan. Begitu mulianya aktifitas ini bagi manusia khususnya umat Islam dengan banyaknya manfa’at dibalik kegiatan ini berdampak pada banyaknya orang yang melakukan kegiatan ini. Dengan kenyataan yang seperti itu, maka tak heran jika banyak orang yang menuturkan kegiatan ini hingga berujung pada perdebatan mana yang benar, apakah silaturahim atau silaturahmi.
Jika kita melihat asal mula katanya, kata itu berasal dari bahasa Arab, dan dalam bahasa tersebut yang paling masyhur (lughotul fushkhi)  untuk diucapkan dalam konteks menyambung tali persaudaraan ialah kata silaturahim.  akan tetapi hal ini belum sepenuhnya benar untuk menggunakan kata tersebut dalam konteks menyambung tali persaudaraan.
Sebagian orang berpendapat meskipun dalam bahasa Arab masyhur dengan silaturahim akan tetapi kata silaturahmi tidak sepenuhnya salah karena bagaimanapun kata silaturahmi meskipun aslinya adalah silaturahim, itu telah diserap kedalam bahasa Indonesia, jadi jika kita berada di Indonesia dan mengucapkan silaturahmi itu masih dianggap sebuah bahasa yang benar.
Beranjak dari perdebatan tersebut, penulis pernah mengkaji kitab Qomi’u at Tughyan yang dikarang oleh syech Muhammad Nawawi bin Umar saat menyinggung kata yang diperdebatkan diatas maka beliau mengatakan bahwa ada beberapa wajah dalam mengungkapkan kata صلة الرحم. wajah yang pertama -dimana ia menjadi wajah yang palih fashih- membacanya dengan bunyi silaturahim, adapun wajah yang lain maka ia bisa dibaca silaturahmi atau bisa juga silaturihim.
Terlepas dari perdebatan diatas, maka seperti halnya yang telah kami paparkan dimuka bahwa silaturahmi memiliki beberapa faedah, masih dalam kitab yang sama, silaturahmi dalam hadis nabi disabdakan dapat memanjangkan umur dan melapangkan rezeki.
Apabila kita telah melihat keutamaan kegiatan ini yang begitu agungnya, rasanya kita tidaklah begitu perlu lagi memperdebatkan mana yang benar dan mana yang salah antara silaturahim atau silaturahmi, lebih-lebih setelah melihat penjelasan syech Nawawi dalam kitabnya.
Selain itu, apabila perdebatan diatas berkenaan dengan problematika bahasa maka syech Mushtofa al Gholaini mengungkapkan bahwa bahasa sendiri ialah sebuah lafatz yang digunakan oleh sekelompok kaum untuk menyampaikan tujuan atau sesuatu yang berada didalam hati dan fikiran mereka. selanjutnya apabila ada permasalahan dimana semua kaum memiliki konsep atau ma’na yang sama didalam hati tentang “menyambung tali persaudaraan” maka apapun lafadz yang keluar tidak akan menjadi sebuah permasalahan, dengan kata lain apapun lafadz yang diucapkan oleh seseorang akan dapat memahamkan orang lain karena mereka telah memilki kesamaan maksud atau konsep yang berada didalam hati dan fikiran, jadi sebuah pemubadziran waktu bagi kita untuk memperdebatkan mana yang lebih benar dari silaturahim atau silaturahmi.

Wallahu a’lam.

Rabu, 26 Agustus 2015

KANG AHMAD DENGAN TAKDIRNYA


Saat itu tepat pada tanggal 27 agustus dimana musim kemarau melanda semua daerah di negara Indonesia. Seperti biasanya, saat adzan subuh berkumandang mak para santri di pondok pesantren kami  bangun dari tidurnya, ada juga yang terbangun, adapula yang terbangunkan, bahkan satu diantara kami ada yang bangun membangun akan tetapi tertidur kembali, entah! Dinginnya suhu yang menyelimuti udara begitu menggigil bagi para santri, namun terlepas dari semua itu ada saja santri khos yang sudah bangun sebelum adzan berkumandang untuk melakukan qiyamul lail lengkap dengan dzikirnya hingga sholat subuh berjamaah.

Lumrahnya dipondok pesantren, maka setelah usai berjamaah shalat subuh kami bergegas untuk mengikuti kajian kitab kuning yang langsung dipimpin atau dibacakan oleh kyai kami. Ada kalanya kyai tidak langsung memulai pengajian ba’da subuh, akan tetapi beliau masuk kedalam ndalem –kami menyebutkan rumah kyai- sekedar mengambil sesuatu atau yang lain seperti halnya yang terjadi pada hari ini.

Salah satu ciri khas majelis pengajian yang ada dipondok kami ialah para santri berkumpul dan bersiap-siap di area majelis diawal waktu sedangkan kyai rawuh belakangan. Ada saja aktifitas para santri untuk mengisi waktu senggang menunggu kyai ini. Ada yang menambah tidurnya yang belum puas seperti yang dilakukan kang Salam dan kang Baidlowi, atau kang aziz ini yang membaca dan meraba-raba isi kajian yang akan dikaji hari ini, adapula yang memilih diam dan asyik menulis kata mutiara disecarik kertas seperti gus Anam yang jauh-jauh nyantri dari negrri sebrang. Dan lain sebagainya.

Ditengah kesibukan masing-masing santri maka adapula yang secara tidak sengaja membuat majelis sendiri. Topik yang mereka pilih mengalir bagaikan sungai yang sempat macet saat kemarau seperti ini. “umsum pohon kopi berbunga rek, makane uatise ngene, brrrr” celetuk kang salim memulai pembicaraan yang mana ia mewariskan kemistisan neneknya, mbah salamah. Kang A’an yang sedari tadi gemeteran disertai sibuk membungkuskan telapak kakinya menggunakan sarung dengan tangan yang disedakepkanpun mencibir ramalan mistis itu “ah, mana ada pohon kopi dikampung ini?, kalaupun ada itu dikampung sebelah, dan mukhal efeknya sampai sini”. Tanpa diberi kesempatan untuk bicara murid madrasah Aliyah kelas 12 IPA1, kang fauzan yang baru datang dan melekatakan damparpun ikut menyumbang omongan “gini lho, ini kan musim kemarau”, sambil membenahi jaket yang ia kenakan supaya udara dingi tidak menyeruak kepori-pori tubuh lewat kulit arinya ia melanjutkan pembicaraan “ maka posisi matahari itu lebih jauh daripada saat musim penghujan, itu sebabnya mengapa disaat musim kemarau seperti ini kog dinginn banget, akan tetapi ketika hujan hendak turun suhu meninggi dan terasa gerah”, hawa dinginpun semakin dingin ketika kang Ahmad yang terkenal santri radikal, dan selalu mengungkapkan pendapat dengan kritis tetapi terkadang tak logis ingin berbicara dan terlihat pembicaraannya bernada tenggi serta meruntuhkan pendapat yang sebelumnya, “emmmm” sambil membusungkan dada ia terlihat begitu percaya, “kabeh ora masuk akal!!!…” baru sekecap ia berkata semua santri langsung antusias mendengarkan, sambil mengarahkan pandangan terhadap kang Ahmad mereka menunggu kelanjutan ucapannya. Namun tak lama berselang maka datanglah kyai, dengan wibawanya beliau langsung menempatkan diri didepan para santri dan memecahkan semua hirukpikuk majelis kecil dan mampu membuat santri lain tunduk dan termangu penuh konsentrasi tanda siap untuk mengikuti pengajian.” Al fatihah”…begitu kyai mengawali setiap pengajiannya.

Pengajianpun langsung dimulainya, dan tak ada tingkah kecuali suasana damai, tenang dan suara dalam kyai yang memecah heningnya dipagi itu. Saat itu kami sedang mengkaji tentang qodlo’ dan qodar atau takdir yang merupakan salah satu dari rukun iman yang berjumlah 6.

Begitu selesai pengajian, maka tidak ada satu santripun yang berani meninggalkan majelis sebelum kyai meninggalkan majelis tersebut terlebih dahulu. Kang Ahmad yang dari tadi tersipu malu oleh kewibawaan kyaipun hingga terpaksa tidak melanjutkan omongannya akhirnya menceloteh seakan mengungkapkan gagasan yang tadi gagal dilontarkannya “atis, anget, matahari cedak tah aduh, iku ora opo-opo, sing ndadekake atise isuk iki iku yo anci wis teqdere gusti pangeran”, dengan kata-kata yang begitu tenang akibat terpengaruh ketenangan yang ada dipengajian yang dipimpin kyai lalu diikuti kang Ahmad ini rupanya mampu menggelitik seluruh santri yang ada, begitu ucapan itu terlontar maka tak ada satupun santri yang berani mengungguli pendapat kang Ahmad ini. Santri menganggukan kepala dan satu persatu meninggalkan majelis.

Disiang harinya para santri kerja bakti membersihkan seluruh area pesanteren Karena pada hari itu bertepatan hari libur untuk masuk madrasah, begitu pula yang dilakukan oleh kang Ahmad. Pagi atau tepatnya difajar yang begiutu dingin ternyata dibalikan oleh udara siang hari yang begitu panas hingga kulit yang putihpun berubah kemerah-merahan oleh sengatan cahaya sang surya.

Dan akhirnya tibalah saat untuk istirahat diamana semuanya telah kelar dikerjakan. Seluruh santri berpindah aktifitas, sebagian ada yang mandi, mencuci pakaian yang menumpuk bak uang yang ada dikantor perpajakan, adapula yang berkumpul menikmati es yang dibelinya dari warung mbok darsih.

Lain halnya dengan santri yang lain, kang Ahmad malah hendak mengambil kelapa muda milik kyai. Dengan menyingkep sarungnya dan menjadi sorotan banyak santri, kang Ahnad tetap melanjutkan misinya mengambil kelapa muda kyai yang berada di samping ndalem. “medunn mad, koen durung izin kyai, iso2 kualat koen ” teriak kang salam tepat dibawah pohon itu. Sambil menghirup nafas dan senyum sumringah kang Ahmad menjawab “pye tah? Pye?” sambil menghadap kebawah ia mengoceh “tenanggo, ngkow tak bagehi sampeyan” nadanya yang aga kengapak-ngapakan menggemparkan keheran para santri. Ada yang bergumam dalam hati “edan Ahmad iki”, ada pula yang penasaran hujah atau dasr apa Ahmad kali ini melakukan hal segila itu.

Baru separuh dari pohon yang kang ahmad berhasil panjat, keluarlah kyai dengan rona yang begitu menyegarkan. Para santri yang melihat beliapun langsung minggir dan berpergian karena ewuh berkat kekarismatikan sang kyai, meskipun adapula sebagian yang melihat dari kejauhan atau bahkan mengintip dengan penuh rasa penasaran apa yang akan dilakukan oleh kyai kepada Ahmad.
Ahmad yang melihat respon positif kyaipun melanjutkan panjatannya ia merasa ia telah mengamalkan ilmu yang baru tadi fajar ia pelajari dari kyai, bahwa semua yang terjadi ini ya kehendak Allah Swt, takdir dari Ia, jadi kita hanya bisa menerimanya. Ditengah-tengah gumamannya kang Ahmadpun berkata kepada kyai “yai, niki niku minongko takdiripun gusti Allah Swt, kulo ditakdiraken mundut degane panjenengan detik niki” serentak melihat dan mendengar jawaban murid yang satu ini kyai langsung berubah ekspresi, semua eritrosit atau darah merah kyai seakan berada diwajah beliau dan ini menunjukan bahwa seakan beliau sedang marah besar, “kyai duko?” dengan lembut kang ahmad bertanya “kyai mboten ngiman kaleh takdir kulo bileh mundut degan njenengan detik niki?”. Dengan tangannya yang begitu lembut kyai mengambil 2 batu sebesar segenggam tangan yang berada dibawah pohon dan seakan hendak melemparnya kearah kang Ahmad, namun, gubrakkk dengan merintih-rintih minta ma’af seraya menyebut-nyebut nama pangeran kang ahmad terjatuh karena ketakutan “ngapunten yai, ya Allah Swt gusti, ngapunten, kulo Cuma pingin setunggal, tapi sakniki mpun mboten”. Dengan penuh bijaksana kyai berdawuh “takdir iku babagan keimanan le, iman iku panggonane neng ati, ora neng cangkem, dadi ojo sekali-kali siro nglahirake neng lisanmu” dengan merintih kesakitan kang Ahmat masih saja sayup-sayup meminta ma’af, “nggih yai, ngapunten, estu ngapunten” lalu tanpa banyak bicara kyaipun meninggalkan kang Ahmad.

Melihat temannya yang awalnya angkuh lalu terjatuh dan tak berdaya, para santripun berlarian mendekati kang Ahmad dengan tertawa terpingkal-pingkal. Diantara mereka datanglah kang Baidlowi, seorang santri yang ngefans berat dengan budayawan Sujiwo Tejo seorang presiden dari Republik Djancukres menghampiri kang Ahmad sambil memegang perutnya karena kesakitan tertawa beratpun berkata “mad mad, iki lagi takdirmu dino iki, luru klopo entuk molo, jan djancuk tenan koen”. Kang ahmad yang mendengar celotehan kang Baidlowipun ikut tertawa asal tertawa, dan suasana yang asalnya hening berubah menjadi canda tawa yang penuh dengan kegembiraan.


Pati, 26 Agustus 2015

Selasa, 25 Agustus 2015

JAMA’ QILLAH


Jama’ qillah adalah salah satu kajian didalam ilmu nahwu, jama’ sendiri berarti banyak, sedangkan qillah berarti sedikit.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa banyak didalam bahasa Arab ialah jumlah yang lebih dari 2. Hal ini berbeda dengan kategori jama’ yang ada didalam bahasa inggris, dalam bahasa inggris sesuatu yang lebih dari satu maka ia bisa disebut jama’.
Sebagaimana didalam  bahasa Inggris yang memiliki cara menambahkan huruf S diakhir kata untuk menunjukan kata jama’,maka  bahasa Arab juga memiliki sebuah cara tersendiri untuk menunjukan sebuah kata itu adalah jama’. Ada beberapa cara untuk menunjukan jama’ dalam bahasa Arab dimana setiap cara itu diterapkan menurut kategori jama’ tersebut. Kategori ini didasarkan karena dalam bahasa Arab mengenal kata yang mudzakar (laki-laki), muanast (perempuan), bahkan berakal maupun tak berakal, dan hal ini tidak dibeda-bedakan didalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
Jama’ untuk kata benda yang mudzakar dan berakal ialah jama’ mudzakar salim, sedangkan untuk kata yang muanast berakal menggunakan jama’ muanast salim, dan untuk kata benda yang tak berakal ialah dengan jama’ taksir.
Jama’ taksir nantinya akan dibagi menjadi dua, yaitu jama’ qillah dan jama’ kastroh. Jama’ qilah dimaksudkan untuk menggambarkan jumlah banyak dari bilangan 3 sampai 10, sedangkan untuk jama’ katsroh menggambarkan jumlah banyak dari bilangan 11 hingga tak terhingga. Ilustrasinya ialah apabila kita ingin mengungkapkan 5 kambing maka kita harus menggunakan jama’ qilah, adapun untuk mengungkapkan kambing yang jumlahnya 20 maka kita hendaklah menggunakan jama’ kastroh.
Adapun cara membuat jama’ qillah ini cukup rumit bila dibandingkan dengan membuat jama’ dalam bahasa Inggris yang cukup menambahkan huruf S diakhir kata. Caranya ialah kita harus mencetak kata yang hendak dibuat jama’ dengan cetakan atau wazan yang telah ditentukan. Wazan yang dimiliki jama’ qillah ini ada 4, yaitu : أَّفْعِلَةٌ،أًفْعُلٌ،فِعْلَةٌ،أفْعَالٌ
Sebagai contohnya kita hendak berkata 3 ekor anjing maka kata كَلْبٌ kita centak dengan wazan أًفْعُلٌ maka menjadi أكْلُبٌ
Perlu diingat pula bahwa nantinya setiap cetakan juga memiliki aturan main sendiri kapan ia akan digunakan dimana aturan itu melihat kata yang akan kita buat menjadi sebuah jama’. Selain itu terkadang wazan jama’ qilah ini juga digunakan dalam membuat jama’ katsroh. Wallhu a’lam


Alfiah, hal: 57 Pustaka Alwiyah Semarang.

Senin, 24 Agustus 2015

Bersiwak, Mencari Motivasi dalam Rahasia


Bersiwak termasuk kesunahan didalam Islam, lebih-lebih sebelum sholat. Kanjeng nabi sendiri sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan hal ini. Dalam hadistnya beliau bersabda bahwa sholat yang dilakukan dengan bersiwak terlebih dahulu memiliki 70 keutamaan dibandingkan sholat yang tidak didahului dengan bersiwak. Akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa keutamaan 70 disini tidak mengalahkan keutamaan sholat berjamaah yang mencapai 27 derajad daripada sholat munfarid. Ilustrasinya ialah uang 27 dolar amerika secara otomatis jauh lebih banyak daripada uang 70 ribu rupiah. Dari sini meskipun sama-sama mata uang akan tetapi harganya berbeda, begitupun keutamaan yang tadi, sama-sama keutamaan akan tetapi keutamaan shalat berjamaah yang berjumlah 27 itu jauh lebih besar dibandingkan keutamaan bersiwak sebelum shalat yang berjumlah 70. Dengan hal ini seseorang dianggap keliru apabila ia meninggalkan sholat berjamaah dengan berdalih ia akan bersiwak sebelum sholat yang itu lebih baik dari pada berjamaah.
Bagi anda yang belum mengetahui bersiwak, perlu diketahui bahwa bersiwak itu pada dasarnya ialah menggosok gigi. Alat yang digunakan untuk menggosok gigi ini sangat sederhana, yaitu segala sesuatu yang kasar, bisa berupa kain, sikat gigi, atau yang lainnya. Akan tetapi sangat dianjurkan menggunakan kayu aro’. Adapun waktu untuk melakukan siwak itu tidak terbatas, kapanpun bersiwak tetap disunahkan, akan tetapi ada waktu-waktu khusus yang sangat dianjurkan untuk melakukannya, seperti sebelum sholat yang telah dipaparkan diatas.
Selain disunnahkan, bersiwak juga memiliki beberapa dampak yang sangat baik, seperti yang penulis kutip dari kitab Nashoihul Ibad ,58
1.     Membersihkan mulut
2.     Diridloi (disukai) oleh tuhan
3.     Sangat dibenci syaitan
4.     Disukai tuhan yang maha pengasih dan juga disukai malaikat
5.     Membuat gusi kuat
6.     Menghilangkan riyak
7.     Membuat nafas kita wangi
8.     Membuat pandangat kita bening, dan jelas
9.     Menghilangkan bau yang tidak enak pada mulut.


Minggu, 23 Agustus 2015

Rukun Haji


Semoga kita –khususnya penulis- diberi Allah sebuah karunia sehingga dapan menunaikan ibadah yang mulia ini. Amin
Haji merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan oleh semua orang islam yang telah memenuhi syarat, bahasa yang masyhur ditelinga kita ialah apabila seorang telah mampu untuk menunaikannya. Dengan berembel-embelkan hal ini maka banyak dari orang muslim yang belum bisa menindakan ibadah haji, bahkan untuk daerah jawa Tengah saja di tahun 2015 ini antrian saat seorang muslim mendaftarkan haji mencapai 20 tahun lamanya, bayangkan jika kita bisa mendaftar haji di usia 40 tahun, maka ketika usia kita menginjak usia 60 tahun barulah kita bisa berhaji. Pada usia itu tubuh kita akan mulai lemah dan agak berat untuk menunaikan ibadah haji.
Ibadah haji ini juga termasuk salah satu rukun islam, ia berada diurutan yang ke 5 dari rukun islam tersebut. Sepertihalnya dengan ibadah-ibadah yang lainnya ia juga memiliki syarat, rukun, sunah, sesuatu yang membatalkan, dan yang lebih menarik ia juga memiliki perkara wajib (wajib haji), sertai perkara-perkara yang lainnya. Dalam kesempatan kali ini saya akan mencoba menguraikan rukun dari ibadah ini. Sebagai tambahan, bahwa rukun ialah sesuatu yang harus dilakukan dalam suatu ibadah.
1.     Ihram
Istilah ini memiliki arti bahwa kita berniat untuk masuk kedalam ibadah haji ini. Nantinya ihram ini memiliki tempat tersendiri dimana kita harus melakukan niat haji ditempat tersebut. Selain itu ihram juga memiliki waktu khusus, yaitu mulai bulan Syawal hingga terbitnya fajar dihari raya Idul Adha (10 Dzulhijah).
2.     Wukuf
Wukuf ialah tinggal atau menempatkan diri di Arafah. Wukuf ini dimulai sejak tergelincirnya matahari pada tanggal 9 Dzulhijah hingga terbitnya fajar pada tanggal 10 Dzulhijah atau bertepatan dengan hari raya Idul Adha. Apabila seseorang sudah berihram akan tetapi ia tidak hadir di Arafah mulai tergelincirnya matahari pada tanggal 9 hingga terbitnya fajar dihari raya Idul Adha, maka seseorang tersebut telah dinyatakan tidak berhaji pada tahun tersebut, akan tetapi dengan ihram yang telah ia lakukan tersebut, ia wajib melakukan rukun-rukun yang selanjutnya, yaitu sai-apabila thawafnya bukan tawaf qudum- lalu bertahalul, dengan artian ia melakukan ibadah umrah, bukan haji lagi.
Wukuf ini disyaratkan untuk menginjak bumi Arafah, sehingga tidak sah apabila seseorang ber-wukuf di atas bumi Arafah, entah itu terbang dan lain sebagainya. Akan tetapi apabila seseorang berwukuf diatas pohon yang berada di tanah Arafah maka wukufnya tetap dianggap sah.
3.     Thawaf
Thawaf adalah mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali dengan pundak yang kiri dari seseorang menghadap ka’bah, dengan artian rotasi yang terbentuk ialah berlawanan dengan arah jarum jam. Thawaf ini nantinya ada beberapa macam. Adapun thawaf yang menjadi rukun haji ini ialah thawaf ifadloh.
4.     Sai
Sai ialah berjalan diantara shofa dan marwa sebanyak tujuh kali, adapun perjalanan dari shofa menuju marwa nantinya dihitung satu kali, dan Sai ini dimulai dari Shofa dan berakhir di Marwa. Sai bisa dilaksanakan setelah thawaf ifadloh (thawaf setelah melakukan wukuf) atau setelah tawaf qudum (thawaf sebelum melakukan wukuf).
5.     Mencukur rambut kepala.
Batas minimal dari mencukur ini ialah 3 helai rambut. Mencukur nantinya ada beberapa macam, bisa hanya memotong sebagian rambut, atau mencukur. Adapun bagi perempuan maka yang lebih utama ialah memotong rambut mereka, sedangkan bagi orang laki-laki diutamakan untuk mencukurnya, dan apabila ada seorang yang tidak memiliki rambut kepala maka ia hendaklah (sunah) menjalankan atau sekedar menempelkan semacam pisau atau alat pemotong rambut dikepalanya.
6.     Tertib
Adapun tertib ini diartikan seorang yang berhaji harus melakukan semua rukun itu secara berurutan. Adapun urutan dari rukun-rukun itu bisa dibagi menjadi 2:
Tidak dengan                              Dengan thawaf
 Thawaf qudum                          qudum
1.     Ihram                                           1. Ihram
2.     Wukuf                                          2. Sai
3.     Thawaf ifadloh                             3. Wukuf
4.     Sai                                                4. Thawaf ifadoh 
5.     Mencukur rambut kepala             5.mencukur rambut kepala
Demikianlah rukun haji yang keseluruhannya berjumlah 6 ini, semoga kita –khususnya sang penulis- diberikan oleh Allah kesempatan untuk menunaikannya. Lebih-lebih bersama orang yang dicintainya. Amin
Wallah a’lam


Nihayatuz Zain, hal:206



Sabtu, 22 Agustus 2015

Puasa Sunah dalam Setahun



Puasa termasuk salah satu dari 5 rukun Islam yang wajib diamalkan oleh semua orang Islam. Akan tetapi kategori atau hukum dari puasa ini selanjutnya dibagi menjadi bermacam-macam. Ada puasa wajib yang harus dijalankan oleh seluruh orang muslim yaitu puasa dibulan Ramadlan yang mana puasa inilah yang menjadi rukun Islam. Adapula puasa yang dihukumi sunnah, bahkan ada juga puasa yang nantinya dihukumi makruh, sampai dihukumi haram.

Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba menguraikan puasa sunnah itu beserta seklumit keutamaan-keutamaan yang ada di dalam masing-masing puasa sunah tersebut, meskipun secara umum memang puasa sendiri sudah memiliki keutamaan tersendiri. Dalam hadist qudsinya kanjeng nabi dijelaskan bahwa segala ibadah yang dilakukan ibnu Adam itu akan dilipat gandakan pahalanya, mulai dari 10 kali lipat hingga 700 lipat kecuali puasa, ia adalah ibadah yang diperuntukan untuk saya (Allah) dan aku (Allah) sendiri yang akan mengganjar ibadah puasa ini
(فانه  لي وأنا أجزى به).. Durrotun Nashihin (13)

Dari ungkapan terakhir hadis diatas banyak ulama’ yang mengartikan dengan arti yang berbeda-beda. Salah satu dari artian tersebut ialah menujukan bahwa puasa adalah ibadah yang sangat dicintai Allah Swt.

Puasa-puasa sunah itu ada banyak, akan tetapi disini disebutkan 15 macam.
  1. Puasa dihari Arafah.
Puasa yang dimaksudkan disini ialah puasa pada tanggal 9 dzihijjah bagi orang yang tidak melaksanakan ibadah haji. Keutamaan dari puasa ini ialah dapat melebur dosa satu tahun yang telah lalu dan yang akan datang.
    2.  Puasa Asyuro’
Yaitu puasa dihari ke-10 bulan Muharam. Pada hari ini banyak peristiwa-peristiwa besar, diantaranya ialah berhentinya kapal nabi Nuh setelah sekian lama berada diatas banjir yang menenggelamkan dunia, diciptakannya nabi Adam, dibelahkannya laut menjadi jalan untuk nabi Musa lalu ditenggelamkanlah Firaun kedalam laut, dikeluarkannya nabi Yunus dari perut ikan, dsb
   3.  Puasa pada hari ke-9 bulan Muharam.
    4. Puasa 6 hari dibulan Syawal.
Terkadang ada sedikit perdebatan atau pertanyaan apakah puasa pada macam yang satu ini harus berurutan serta dilaksanakan menyambung dengan Iedul Fitri. Maka jawabanyya ialah puasa macam ini tidak diharuskan bersambungan dengan hari raya dan berurutan. Sederhananya untuk mendapatkan kesunahan bagi puasa macam yang satu ini maka seseorang cukup berbuasa  6 hari dibulan syawal. (من صام رمضان ثم اتبعه ستا من شوّال...)
      5. Puasa hari-hari putih, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 di setiap bulan hijriyah.
     6.  Puasa setiap hari senin
      7.  Puasa setiap hari kamis
      8.  Puasa 8 hari (tanggal 1-8 dzulhijah) sebelum hari Arafah.
     9. Puasa 8 hari dari tanggal 1-8 bulan Muharam.
    10.  Puasa dihari-hari bulan yang dimuliakan, adapun bulan yang dimuliakan tersebut ialah Rajab, Dzulqo’dah, dzulhijah, dan Muharam.
      11. Puasa dihari-hari hitam, yaitu pada setiap  tanggal 28, 29, dan 30 kalender hijriyah.
      12.   Puasa dibulan Sya’ban.
      13.   Puasa satu hari kemudian tidak berpuasa satu hari
      14.   Puasa satu hari lalu tidak berpuasa dalam dua hari.
      15.  Puasa dihari dimana kita tidak menemukan sesuatu untuk dimakan. (Nihayah az zain, hal.197)
Wallahu a’lam.


Minggu, 09 Agustus 2015

Memuliakan tamu

         Dalam Islam kita diajarkan untuk memuliakan beberapa orang, diantaranya memuliakan orang tua, memuliakan guru, memuliakan orang alim, dan salah satunya ialah memuliakan tamu.
Memuliakan tamu ini ternyata ada beberapa keutamaannya, diantaranya ialah tamu yang datang  tersebut membawa rizki bagi kita dan apabila ia pergi maka ia akan membawa dosa-dosa kita. Adapun cara memuliakan tamu juga bervariatif, mulai melayaninya, memberi jamuan kepada mereka, dan lain-lain.
Ada suatu kisah dimana rasulullah mempunyai tamu dan beliau tidak memiliki apa-apa untuk memberi jamuan kepada sang tamu, akhirnya beliau keluar dan mengundang para sahabat untuk berkumpul. Setelah ada beberapa sahabat yang berkumpul maka rasulullahpun mengumumkan dan menawarkan kepada para sahabat beliau, “siapa yang mau menerima tamuku ini?!” Tanya sang rasul. Akhirnya ada satu sahabat yang bersedia untuk menerima sang tamu baginda nabi tersebut dan bersedia untuk memuliakannya. Setelah menerimanya maka sahabat nabi tersebut mengajak sang tamu untuk pergi kerumahnya.
Sesampainya dirumah, sahabat tadi menemui istrinya untuk membuatkan jamuan bagi sang tamu. Akan tetapi sang istri menjawab bahwa tidak ada makanan untuk malam ini kecuali makanan (bubur) bagi anak-anak kita. Mendengar pengakuan istrinya tersebut, sahabat nabi itu berkata “masaklah untuk tamu baginda nabi, dan tidurkan anak-anak kita lebih awal”, kemudian sang istripun memasak untuk memberi jamuan bagi tamu tadi.
Ketika waktu makan malam tiba, maka ketika itu pula anak-anak dari sahabat baginda nabi itu sudah ditidurkan dan merekapun tidur dengan pulas, dan berhubung makanan yang ada hanya mencukupi bagi sang tamu maka sahabat nabi tersebut mematikan lampu dan ia pura-pura menemani makan sang tamu dengan membunyikan piring yang berada didepannya seolah-olah ia sama-sama makan seperti halnya tamu baginda nabi tersebut.

Setelah beberapa waktu berlalu, maka drama itupun berakhir, dan mereka semua tidur untuk beristirahat dimalam tersebut. Lalu keesokan hariya sang sahabat tadi bertemu dengan baginda nabi dan nabi SAW yang mengetahui drama yang dimainkan oleh sahabat beliau tersebut melalui wahyu, kemudian beliau berkata “(ضحك الله) Allah Swt merahmatimu”. wallu a'lam

Senin, 03 Agustus 2015

Dhalan pitedah
--sebuah nama, seutas harapan—
“Pondok pesantren Sabilil Huda, panggungroyom-wedarijaksa-Pati”

Seperti itulah sederhananya mendiskripsikan tujuan seseorang memberikan nama untuk segala sesuatu. Nama yang baik berarti ia sedang mengidamkan kebaikan pada yang dinamai itu kelak. Dan untuk nama orang maka nama yang baik menurut nabi ialah nama yang ada kata abdul (hamba) lalu digandengkan dengan nama-nama gusti Allah Swt (asma’ul khusna).
Adapun dhalan pitedah, ini adalah sebuah nama yang diberikan kepada pondok pesantren kami, pondok dimana kesehariannya seolah tak pernah sepi dari hiruk pikuknya mengkaji ilmu-ilmu agama. Tidak ada aturan pasti seperti tata tertib dan aturan tertulis lainnya, bahkan untuk sebuah jadwal kebersihanpun tak akan anda temui dipondok kami ini, semua mengalir dengan tenang dan pasti. Peraturan yang ada adalah peraturan normatif dimana setiap orang yang berada dipondok kami secara menyeluruh memahami benar norma-norma yang ada lengkap dengan konsekuensi-konsekuensinya apa bila ia melanggar disuatu saat. Ini menunjukan bahwa aturan yang ada didalam pondok kami selevel jauh lebih tinggi dibandingkan tempat-tempat mengaji yang lainnya. Ia telah menjelma menjadi sebuah budaya.
Pondok kami ini berada ditengah kampung dan tidak berdekatan dengan jalan sekalipun itu jalan kampung, sehingga suasana yang ada adalah sebuah ketenangan. Pondok pesantren kami mungkin tidak semegah pondok-pondok yang lain. Ada suatu cerita dimana pertama kalinya saya datang kesana dan sebelumnya saya tidak pernah secuilpun mengetahui pondok kami ini, saya berangkat bermodalkan keyakinan orang tua lalu beliau meyakinkan saya untuk meneruskan study ditempat ini karena pada saat itu masih dilanda kebimbangan kemana saya melagkah setelah lulus dari sekolah menengah pertama.  Tidak seperti orang-orang lain yang datang pertama untuk sekedar melihat-lihat kondisi yang ada, saya langsung melonjak untuk langsung menetap. Kesan pertama ialah sedikit kecewa dengan gedung yang jauh dari bayangan saya. Meminjam quote seorang tokoh agama ditempat kami “lumrahe wong iku nyawang songko menterenge” (orang pada umumnya itu melihat megahnya…indo). Sehingga tanpa melihat aktifitas apa saja yang berada disebuah pondok jika pondok tersebut memiliki gedung yang megah maka dengan spontan ia akan yakin bahwa pondik tersebut ialah pondok yang berkualitas dan begitupun saya, terjebak dengan minimnya pengalaman yang saya miliki.
Setelah beberapa hari disana akhirnya semua keraguan itu hilang dengan sendirinya karena saya melihat sendiri bagaimana menariknya dan arifnya segala hal yang ada didalam pondok pesantern kami. Dan itu yang membuat saya betah tinggal disana hingga sekarang.
Untuk nama dhalan petedah, ini hanya inisiatif saya menerjemahkan kedalam bahasa jawa. Nama asli pondok pesantren kami ialah Sabilil Huda yang dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan sebagai jalan petunjuk.
Huda atau petunjuk ialah suatu entitas yang sangat penting didalam Islam, setidaknya 17 kali dalam sehari kita selalu berdoa untuk sebuah petunjuk, petunjuk kejalan yang lurus (ihdinas Shirotol mustaqim). Meskipun lewat ayat ini orang-orang kafir pada suatu ketika menghujat bahwa orang muslim itu kelihatan salahnya karena ia masih saja selalu meminta petunjuk, dan tidak ada orang yang meminta petunjuk kecuali orang yang tersesat. Dan ini adalah sebuah pola fikir yang salah karena logikanya bahwa orang yang benar, orang yang baik itu tidak akan pernah meminta menjadi orang yang buruk, setidaknya ia akan meminta langgeng dalam kebaikan, seperti itu pula orang yang sudah mendapatkan petunjuk, maka ia ingin selalu dalam petunjuk tersebut.
Dengan pentingnya hidayah dalam Islam, maka semoga Sabilil huda dapat menjadi tempat seseorang untuk senantiasa mendapatkan petunjuk dari tuhannya sehingga menjadi hamba yang berkelakuan sebagai hamba yang baik. Wallahu a’lam J
NB: ini hanyalah persepsi dan pengalaman penulis, apabila ada suatu kesalahan atu kekurangan pada tulisan ini berkaitan dengan pondok pesantren Sabilil Huda maka itu mutlak kesalahan dari penulis.


Sabtu, 01 Agustus 2015

Islam, Rahmatal lil Alamin.


Sering kita mendengarkan kata-kata seperti diatas tatkala kita mendengarkan sebuah ceramah, membaca kajian keislaman dan lain-lain. Istilah rahmatan lil alamin ini sering diartikan bahwa Islam ialah rahmat yang diperuntukan kepada seluruh makhluk Allah Swt di seluruh alam. Jadi sederhananya ialah bahwa Islam itu bukanlah berhenti untuk orang-orang muslimin, kasih sayang Islam bukanlah terbatas kepada orang-orang muslim.
Berbicara tentang rahmat yang didalam bahasa Arab ia berasal dari fi’il madli rahima (رحم)yang berarti menyayangi maka ketika kata sayang ini dijulukan kepada Allah Swt swt ia dapat berbentuk Rahim (رحيم) dan rahman (رحمان)  .
Perbedaan antara rahman dan Rahim ini terletak dimana rahman itu maha belas kasih Allah Swt didunia dan di akhirat, artinya Ia mengasihani semua makhluk ketika berada didunia dan diakhirat. Belas kasih Allah Swt tatkala didunia bisa kita lihat bagaimana orang yang non Islam meskipun ia tidak menjalankan syariat-syariat agama Islam akan tetapi Allah Swt masih memberi mereka kasing sayangNya sehingga mereka masi diberi rizki tatkala didunia, mereka tidak dikenai cobaan berkat kekafirannya, dan lain  sebagainya.   
Adapun Rahim maka ia hanya teruntuk belas kasinNya kelak di akhirat terhadap orang-orang yang mu’min.
Masih berbicara tentang rahmat didalam Islam. Teringat suatu kisah dalam kitab Usfuriyah dimana pada zaman dahulu ada seorang syech, katakanlah ulama’ yang sedang berjalan-jalan dipasar. Tak lama berada dipasar sang syech ini melihat ada seorang anak kecil yang sedang bermain seekor burung, didalam masyarakat jawa burung itu bernama burung emprit. Perilaku anak kecil tersebut yang dilakukan terhadap burung ialah ia mengikat kaki burung itu dengan seutas benang lalu dilepaskanlah burung itu agar terbang bebas kemudian sang anak menarik burung itu kembali dan menangkapnya setelah itu dilepas kembali, lalu ditangkap kembali begitu seterusnya. Melihat perilaku tersebut sang syechpun merasa kasihan terhadap burung yang dimainkan anak tersebut. Lalu beliau menghampiri anak itu dan hendak meminta burung itu supaya dilepas. Setibanya ia berhadapan didepan seorang anak tadi sang anak enggan untuk memberikannya, lalu sang syechpun membeli burung itu dan akhirnya burung tersebut dapat terbang bebas.selang beberapa waktu sang syech yang rajin beibadah itu meninggal lalu setelah belia meninggal maka seluruh ulama’ yang berada disekitar tempat tinggal sang syech bermimpi, dan mimpi mereka sama. Mereka bermimpi bahwa sang syech telah masuk kedalam surga, dan ditanyalah sang syech tentang amalan apa yang ia lakukan sehingga ia masuk surge. Sang syechpun menjawab amalku menyelamatkan burung tadi.
Dari cerita diatas maka dapat kita ambil sebuah ibrah bahwasanya kita yang telah memeluk agama Islam hendaknya mencurahkan kasih saying kita terhadap siapapun, tak terkecuali terhadap seorang kafir. Seperti halnya yang sang syech lakukan terhadap seekor burung. Beliau tidak menghiraukan apakah burung ini ta’at terhadap tuhannya atau tidak, yang ada dipandanga syech tadi ialah burung ini masih makhluk Allah Swt maka untuk mencerminkan keislammannya yang rahmatan lil alamin beliaupu merasa kasihan terhadap burung tadi.
Hal tersebut diungkapkan oleh nabi Saw dalam hadistnya “orang yang memiliki belas kasihan maka ia akan dikasihani oleh tuhan yang maha pengasih. Maka dari itu, kasihanilah semua makhluk yang berada dibumi maka niscaya kamu akan dikasihi oleh seluruh makhluk yang berada diatas langit”. Yang dimaksud makhluk yang berada diatas langit itu ialah seluruh malaikat. Mereka akan memintakan ampunan untuk kita ketika kita mau mengasihani seluruh makhluk yang berada dibumi, entah itu sesame manusia, hewan bahkan tumbuhan. Tentunya masing-masing dari itu semua memilki cara tersendiri bagaimana kita mencurahkan kasih saying kita terhadapnya. Semoga kita dirahmati Allah Swt dan dianugrahi hati yang memiliki kasih saying yang luas terhadap semua makhluk. Wallu a’lam.